KATA PENGANTAR
Puji Syukur
kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, makalah Bahasa Bali
dengan materi mengenai “Kesusastraan Bali Purwa atau Tradisional” ini dapat
selesai dan terkumpul tepat pada waktunya.
Makalah ini selain dimaksudkan untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Bahasa Bali Kelas XI semester 2, juga
digunakan untuk menjelaskan dan
menambah pengetahuan serta pemahaman mengenai
Kesusastraan Bali. Makalah ini berisi referensi-referensi dari
berbagai buku dan internet. Selesainya
makalah ini tidak luput dari campur tangan berbagai pihak yang telah membantu.
Oleh karena itu, kami selaku penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr I Wayan Rika, M.Pd selaku Kepala SMA Negeri 4 Denpasar.
2. Ibu Ayu selaku guru Mata Pelajaran Bahasa Bali kelas kami (X MIPA 6) yang
memberikan tugas sekaligus membimbing dalam penyusunan makalah ini.
3. Orang tua yang selalu memberi dukungan dan doa sehingga makalah ini
dapat terselesaikan tepat waktu.
4. Semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Tiada gading yang tak retak, oleh karena itu kami membuka kesempatan untuk menyampaikan kritik atau saran yang membangun dari para pembaca. Tidak lupa kami ucapankan juga terima kasih untuk para pembaca.
Akhirnya,
mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kami sebagai penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya untuk pengembangan dan menambah
pengetahuan serta pemahaman mengenai “Kesusastraan Bali
Purwa atau Tradisional” yang tentunya berguna untuk kehidupan sehari-hari.
Denpasar, Maret 2016
( Kelompok Kami )
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar
Daftar Isi
BAB I
:
Ø
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Rumusan
Masalah
1.3 Tujuan
Penulisan
1.4 Ruang
Lingkup Materi
BAB. II
:
Ø PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesusastraan Bali
2.2 Kasusastraan
Bali Purwa
1.
Tembang
2. Gancaran
3. Palawakya
BAB III
:
Ø PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Bali memilki sejuta budaya, di
masing-masing Daerah yang ada di Bali. Dan karena itulah Bali menjadi pusat
tujuan wisata internasional. Dan dengan perkembangan kepariwisataan di Bali
akan mempengaruhi budaya Bali. Pada zaman modern ini banyak orang yang
mulai meninggalkan budaya Bali. Contonya para orang tua lebih banyak
mengajarkan anaknya menggunakan bahasa Indonesia tidak lagi menggunakan Bahasa
Daerah Bali. Kalau semua orang tua seperti itu maka lambat laun bahasa Bali
akan hilang, karena kita saja sebagai orang Bali tidak mau melestarikan budaya
Bali, dan siapa lagi yang kita suruh untuk melestarikannya kalau bukan kita
semua. Untuk itulah kita sebagai orang Bali setidaknnya untuk belajar tentang
Kesusastraan Bali. Karena Kesusastraan Bali sangat banyak dan luas. Contonya
lagu-lagu dari anak-anak sampai orang tua berbeda-beda jenis nyanyiannya. Dan
pada saat mengiringi upacara keagamaan juga berbeda-beda. Itu semua merupakan
Budaya Bali yang perlu kita lestarikan.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa Pengertian dari Kesusastraan
Bali Purwa?
1.2.2
Apasajakah Pembagian Kesusastraan
Bali Purwa?
1.2.3
Apa saja jenis dan contoh-contoh
dari bagian Kesusastraan Bali Purwa?
1.3
Tujuan Penulisan
1.3.1
Untuk mengetahui pengertian serta
definisi Kesusastraan Bali Purwa.
1.3.2
Untuk mengetahui pembagian
Kesusastraan Bali Purwa.
1.3.3
Untuk mengetahui jenis-jenis serta
contoh Kesusastraan Bali Purwa.
1.4
Ruang
Lingkup Materi
Ruang
lingkup materi pada makalah ini adalah mengenai materi Kesusastraan Bali purwa
atau klasik atau tradisional kelas IX semester II.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kasusastraan Bali
Kasusastraan
berasal dari kata sastra yang mendapat awalan su- dan konfiks ka-an sehingga
menjadi ka-susastra-an. Sastra
berasal dari akar kata sas yang
artinya ajar dan tra yang artinya alat. Sastra berarti alat belajar atau ilmu pengetahuan (ajah-ajah).
Awalan su- dalam bahasa Bali berarti baik,
bagus, indah (luih/becik), sedangkan konfiks ka-an berarti keberadaan
(kewentenan).
Jadi dapat di simpulkan bahwa kesusastraan bali
adalah hasil karya atau cipta seorang pengarang atau pujangga yang menceritakan
dinamika kehidupan masyarakat Bali serta mengandung nilai estetika yang
menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Kesusastraan Bali dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
·
Kesusastraan Bali Purwa atau
Klasik atau Tradisional
·
Kesusastraan Bali Anyar atau
Modern
2.2
Kesusastraan Bali Purwa atau Klasik atau Tradisional
Kesusastraan Bali Purwa atau Klasik atau Tradisional adalah hasil karya
atau cipta seorang pengarang atau pujangga yang menceritakan tentang dinamika kehidupan
masyarakat Bali pada saat atau belum dipengaruhi oleh kebudayaan asing atau
luar. Kesusastraan Bali Purwa dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1.
Tembang
2.
Gancaran
3.
Palawakya
1.
TEMBANG
Sastra Bali
dalam bentuk puisi (tembang) ini merupakan formulasi dari
sastra Bali sebagai suatu karangan dengan pola yang terikat. Seperti
karakteristik puisi pada umumnya, kesusastraan Bali dalam hal ini tampil dengan
suatu pola yang terstruktur oleh konvensi-konvensi tertentu yang mengikat dan
memberikan karakter yang tertentu pula. Di Bali
tembang dibedakan menjadi empat
kelompok, yaitu:
a.
Gegendingan
Gegendingan adalah sekumpulan kalimat bebas yang
dinyanyikan. Isinya pada umumnya pendek dan sederhana. Dikatakan bebas karena
benar-benar tidak ada ikatannya. Antara tiap kalimat tidak harus mempunyai arti
yang membentuk pengertian. Ada tiga jenis gegendingan, yaitu:
1. Gending Rare
Gending Rare
atau Sekar Rare mencakup berbagai jenis lagu-lagu anak-anak yang bernuansa
permainan. Jenis tembang ini pada umumnya memakai bahasa Bali sederhana,
bersifat dinamis dan riang, sehingga dapat dilagukan dengan mudah dalam suasana
bermain dan bergembira. Ini juga mengajarkan anak-anak sejak usia dini
bagaimana bekerja sama, serta berbahasa Bali. Biasanya tiap lagu dilengkapi
atau sebagai pelengkap dari sebuah permainan (dolanan) yang bertema sama.
Tetapi ada juga yang berdiri sendiri, sebagai lagu-lagu rakyat (gegendingan)
yang bentuknya sangat sederhana. Baik lagu anak-anak maupun lagu rakyat tidak
terlalu diikat oleh hukum atau aturan-aturan seperti Guru Lagu atau Padalingsa.
Beberapa contoh tembang adalah juru pencar, jenggot uban, made
cenik, mati delod pasih, Meong-meong,
Ongkek-ongkek Ongke, Indang-indang Sidi, Galang Bulan, Ucung-ucung Semanggi,
Pul Sinoge, dan lain-lain.
Pada jenis gending ini, ada yang seluruh baitnya
merupakan isi, dan ada pula yang mengandung bait- bait sampiran bahkan ada yang
hanya berupa sampiran tanpa isi yang jelas artinya.
ü
Contoh gending rare
Juru pencar,
juru pencar
Jalan jani
mencar ngejuk be
Be
gede-gede, be gede-gede
Di sawane
ajake liu
®
Lagu Juru Pencar adalah sebuah lagu
sarat makna. Juru pencar di sini adalah tukang jala ikan atau nelayan dengan
alat pencar yaitu sejenis jaring, untuk menangkap ikan. Di sini disiratkan
bagaimana kita harus menjalani dan memilih sebuah pekerjaan nantinya sewaktu
dewasa. Berangkat mencari nafkah dengan tujuan memenuhi kebutuhan. Pekerjaan
ini melahirkan konsekuensi kita harus berangkat bekerja walau bagaimanapun
suasana hati dan keadaan kita Be (ikan) di sini adalah peluang, peluang di
kehidupan kita. Be (ikan) di sini jumlahnya banyak (ajake liu), Jadi semuanya
kita bisa dapatkan tergantung seberapa keras anda berusaha dan memanfaatkan
peluang di hidup kita.
2. Gending Sanghyang
Gending
Sanghyang dinyanyikan untuk menurunkan
Sanghyang-sanghyang, misalnya pada prosesi budaya peninggalan zaman pra-Hindu
dalam tarian sakral Sanghyang yang meliputi puspa panganjali, kukus arum,
suaran kembang, Sanghyang
Dedari, Sanghyang Deling, Sanghyang Jaran, Sanghyang Bojong, Sanghyang Celeng,
Sanghyang Sampat, dan sebagainya.
3.
Gending
Jejanggeran
Gending
Jejanggeran ini sama dengan Gending Rare
dan biasanya dinyanyikan secara bersama-sama dan saling sahut-menyahut satu
sama lain. Contoh Gending Jejanggeran yaitu Putri Ayu, Siap Sangkur,
Mejejangeran, dan lain-lain.
b.
Sekar Alit
Sekar Alit disebut
juga Tembang Macapat atau Tembang alit atau tembang sinom pangkur. Kelompok Sekar Alit yang biasa disebut
tembang macapat, geguritan atau pupuh terbentuk dan terikat oleh aturan-aturan
padalingsa. Padalingsa adalah banyaknya suku kata dan suara vocal pada akhir
kalimat dalam setiap baris, banyaknya baris dalam satu bait. Aturan-aturannya
terdiri dari :
a) Guru Wilangan : ketentuan yang mengikat jumlah baris
pada setiap satu
macam pupuh
(lagu) serta banyaknya bilangan suku kata pada setiap barisnya. Bila terjadi
pelanggaran atas guru wilangan maka kesalahan ini disebut elung.
b) Guru Dingdong : aturan – aturan suara vocal pada
akhir suku kata dalam
tiap baris. Bila terjadi
pelanggaran atas guru dingdong maka kesalahan ini disebut ngandang.
c) Guru Gatra : aturan – aturan banyak baris
dalam tiap bait
Tentang
istilah macapat yang dipakai untuk menyebut jenis tembang ini adalah sebuah
istilah dari bahasa Jawa. Kelompok tembang ini disebut tembang macapat karena
pada umumnya dibaca dengan sistem membaca empat-empat suku kata (ketukan)
Tembang macapat
dibagi menjadi 12 bagian, yaitu :
Pupuh Sinom
|
|
||||||||||||||
Pupuh
Ginada
|
|
||||||||||||||
Pupuh
Durma
|
|
||||||||||||||
Pupuh
Dangdang
|
|
||||||||||||||
Pupuh
Pangkur
|
|
||||||||||||||
Pupuh
Ginanti
|
|
||||||||||||||
Pupuh
Semarandana
|
|
||||||||||||||
Pupuh
Pucung
|
Slendro
dan Pelog
|
||||||||||||||
Pupuh
Megatruh
|
Laras
Pelog
|
||||||||||||||
Pupuh
Gambuh
|
Laras
Pelog
|
||||||||||||||
Pupuh Demung
|
Laras
Slendro
|
||||||||||||||
Pupuh
Adri
|
Laras
Pelog
|
SUASANA
Suasana
|
Jenis
Pupuh
|
aman,
tenang, tentram
|
Sinom
Lawe, Pucung, Mijil, Ginada Candrawati dan lain-lainnya
|
gembira,
riang, meriah
|
Sinom
Lumrah, Sinom Genjek, Sinom Lawe, Ginada Basur, Adri, Megatruh dan lain
sebagainya
|
sedih,
kecewa, tertekan
|
Sinom
Lumrah, Sinom Wug Payangan, Semarandana, Ginada Eman-eman, Maskumambang,
Demung dan lain-lainnya
|
marah,
tegang, kroda
|
Durma
dan Sinom Lumrah
|
Padalingsa
Nama Pupuh
|
Jumlah suku kata dan huruf hidup akhir pada setiap baris
kalimat tembang beserta nomor barisnya
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|
Sinom
|
8a
|
8i
|
8a
|
8i
|
8i
|
8u/o
|
8a
|
8i
|
12a
|
|
Ginada
|
8a
|
8i
|
8a
|
8u
|
8a
|
4i
|
8a
|
|||
Pucung
|
4u
|
8u
|
6a
|
8i
|
12a
|
|||||
Maskumambang
|
4a
|
8i
|
6a
|
8i
|
8a
|
|||||
Ginanti
|
8u
|
8i
|
8a
|
8i
|
8a
|
8i
|
||||
Durma
|
12a
|
8i
|
8a
|
8a
|
8i
|
5a
|
8i
|
|||
Pangkur
|
8a
|
12i
|
8u
|
8a
|
12u
|
8a
|
8i
|
|||
Semarandana
|
8i
|
8a
|
8o
|
8a
|
8a
|
8u
|
8a
|
|||
Mijil
|
10i
|
6o
|
4e
|
10e
|
8i
|
6i
|
8u
|
|||
Magatruh
|
12u
|
8i
|
8u
|
8i
|
8o
|
|||||
Demung
|
12a
|
8i
|
8u
|
8i
|
8a
|
8u
|
8a
|
8i
|
8a
|
8u
|
Dangdang
|
14a
|
14e
|
8u
|
8i
|
8a
|
8u
|
12a
|
8i
|
8a
|
|
Adri
|
12u
|
8i
|
8i
|
12u
|
8u
|
8a/e
|
8u
|
8a
|
8a
|
Tembang macapat merupakan kasusastraan yang merupakan unsur
pembentuk dalam geguritan. Geguritan adalah kakawian atau karangan yang terbentuk oleh
tembang macapat. Contohnya :
a.
Geguritan Sampik Ingtai, menggunakan tembang macapat
campuran, oleh Ida Ketut Sari.
b.
Geguritan Jaya Prana, menggunakan tembang macapat ginada kewanten, olih I
Ketut Putra.
c.
Geguritan Basur, menggunakan tembang ginada kemanten, oleh Ki Dalang
Tangsub.
d.
Geguritan Sucita serta Subudi, menggunakan tembang macapat
campuran, oleh Ida Bagus Ketut Jelantik.
e.
Geguritan Tamtam, menggunakan tembang macapat campuran,
oleh I Ketut Sangging.
1.
Maskumambang
Menggambarkan bayi masih dalam kandungan ibunya, yang belum diketahui jenis kelaminnya, kumambang berarti mengambang dalam kandungan ibu.
Menggambarkan bayi masih dalam kandungan ibunya, yang belum diketahui jenis kelaminnya, kumambang berarti mengambang dalam kandungan ibu.
2.
Mijil
Berarti sudah dilahirkan dan jelas laki-laki atau perempuan.
Berarti sudah dilahirkan dan jelas laki-laki atau perempuan.
3.
Sinom
Berarti masa muda, yang paling penting untuk pemuda adalah mencari ilmu sebanyak-banyaknya.
Berarti masa muda, yang paling penting untuk pemuda adalah mencari ilmu sebanyak-banyaknya.
4.
Ginanti
Dari kata kanthi atau tuntun yang berarti dituntun supaya bisa menjalani kehidupan di dunia.
Dari kata kanthi atau tuntun yang berarti dituntun supaya bisa menjalani kehidupan di dunia.
5.
Asmarandana
Berarti cinta, cinta laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya yang merupakan takdir Ilahi.
Berarti cinta, cinta laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya yang merupakan takdir Ilahi.
6.
Gambuh
Dari kata jumbuh / bersatu yang berarti apabila sudah bersatu dalam cinta, perempuan dan laki-laki tersebut bisa menjalani hidup bersama.
Dari kata jumbuh / bersatu yang berarti apabila sudah bersatu dalam cinta, perempuan dan laki-laki tersebut bisa menjalani hidup bersama.
7.
Dhandhanggula
Menggambarkan kehidupan manusia dalam kebahagiaan ketika berhasil meraih cita-cita.Menemukan jodoh, melahirkan anak, kehidupan yang sejahtera.
Menggambarkan kehidupan manusia dalam kebahagiaan ketika berhasil meraih cita-cita.Menemukan jodoh, melahirkan anak, kehidupan yang sejahtera.
8.
Durma
Dari kata darma / sedekah. manusia jika sudah merasa hidup cukup, dalam dirinya tumbuh rasa kasih sayang kepada sesamanya yang sedang kesusahan, sehingga akan tumbuh keinginan untuk berbagi.Hal tersebut didukung juga dari moralitas agama dan watak sosial manusia.
Dari kata darma / sedekah. manusia jika sudah merasa hidup cukup, dalam dirinya tumbuh rasa kasih sayang kepada sesamanya yang sedang kesusahan, sehingga akan tumbuh keinginan untuk berbagi.Hal tersebut didukung juga dari moralitas agama dan watak sosial manusia.
9.
Pangkur
Dari kata mungkur yang berarti menyingkirkan hawa nafsu angkara murka.Yang menjadi prioritas hidup adalah keinginan unutk berbagi dan peduli dengan sesama.
Dari kata mungkur yang berarti menyingkirkan hawa nafsu angkara murka.Yang menjadi prioritas hidup adalah keinginan unutk berbagi dan peduli dengan sesama.
10. Megatruh
Dari kata megat roh/pegat rohe atau terpisahnya nyawa, ketika takdir kematian datang.
Dari kata megat roh/pegat rohe atau terpisahnya nyawa, ketika takdir kematian datang.
11. Pucung
Ketika tinggal jasad tersisa, dibungkus dengan kain mori putih atau dipocong sebelum dikuburkan.
Ketika tinggal jasad tersisa, dibungkus dengan kain mori putih atau dipocong sebelum dikuburkan.
ü Contoh pupuh
:
Sasuduk
nangunang yadnya (8a)
Gama Hindu
kene cening (8i)
Dewa yadnya
matur baktia (8a)
Mamuja Ida
Hyang Widhi (8i)
Masedana
sarwa wangi (8i)
Dulurin
manah rahayu (8u)
Manguncarang
wedda mantra (8a)
Merihang
krahayon gumi (8i)
Lunas lanus (4u)
Sarwa
tumuwuh makejang (8a)
®
Makna yang terkandung dari pupuh di
atas mencerminkan bagaimana cara bakti kita terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa
dengan melaksanakan Panca Yadnya, yaitu Dewa Yadnya yang di dasari dengan
persembahan suci sebagai rasa syukur kita terhadap segala panugerahan-Nya.
Pelaksanaan Dewa Yadnya disini juga bertujuan untuk mensejahterakan umat
manusia dan keajegan umat Bali, beserta segala sesuatu yang terkandung di
dalamnya.
c. Sekar Madya/Kekidungan
Disebut sekar madya karena merupakan peralihan antara
sekar alit dan sekar agung. Sekar alit menonjolkan keindahan nada sedangkan
sekar agung menekankan isi (tattwa agama) sedangkan sekar madya diantaranya.
Sekar Madya yang meliputi jenis-jenis lagu pemujaan, umumnya dinyanyikan dalam
kaitan upacara, baik upacara adat maupun agama. Kelompok tembang yang tergolong
sekar madya pada umumnya mempergunakan bahasa Jawa tengahan, yaitu seperti
bahasa yang dipergunakan di dalam lontar/ cerita Panji atau Malat, dan tidak
terikat oleh Guru Lagu maupun Padalingsa. Yang ada di dalamnya adalah
pembagian-pembagian seperti:
·
Pangawit (pembuka)
·
Pamawak (bagian yang pendek)
·
Panama (bagian yang panjang)
·
Pangawak (bagian utama dari tembang)
Tembang- tembang yang tergolong dalam kelompok ini di
antaranya yang paling banyak adalah Kidung atau Kakidungan. Kidung diduga
datang dari Jawa abad XVI sampai XIX akan tetapi kemudian kebanyakan ditulis di
Bali. Hal ini dapat dilihat dari struktur komposisinya terbukti dengan masuknya
ide-ide yang terdiri dari Pangawit, Panama dan Pangawak yang merupakan
istilah-istilah yang tidak asing lagi dalam tetabuhan Bali.
Di Bali
kidung-kidung selalu dilakukan dan dimainkan bersama-sama dengan instrumen.
Lagu – lagu kidung ini ditulis dalam lontar tabuh-tabuh Gambang dan oleh karena
itulah laras dan namanya banyak sama dengan apa yang ada dalam penggambangan,
menggunakan laras pelog Saih Pitu (Pelog 7 nada) yang terdiri dari 5 nada pokok
dan 2 nada pemaro/tengahan. Modulasi yaitu perubahan tangga nada
ditengah-tengah lagu sangat banyak dipergunakan. Beberapa jenis kidung yang
masih ada dan hidup di Bali antara lain: Aji Kembang, Kaki tua, Sidapaksa,
Ranggadoja, Rangga Lawe, Pamancangah, Wargasari, Pararaton, Dewaruci, Sudamala,
Alis-alis Ijo, Bhrahmana sang Uttpati, Caruk, Bhuksah, dan lain-lainnya. Selain
kidung,ada pula jenis tembang lain yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok Sekar
Madya, yakni Wilet dengan jenis-jenisnya meliputi : Mayura, Jayendria,
Manjangan Sluwang, Silih-asih, Sih Tan Pegat dan lain-lainnya.
ü
Macam-macam kidung sekar madya:
a. Kidung Dewa
Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Dewa Yadnya.
b. Kidung Bhuta
Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Bhuta yadnya.
c. Kidung
Manusa Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Manusa Yadnya.
d. Kidung Pitra
Yadnya adalah kidung yang dipakai mengiringi upacara Pitra Yadnya
e. Kidung Rsi
Yadnya dalah kidung yang dipakai untuk mengiringi upacara Rsi Yadnya.
ü Salah satu
contoh kidung kawitan wargasari:
Purwakaning angripta rum ning wana ukir.
Kahadang labuh. Kartika penedenging sari.
Angayon tangguli ketur. Angringring jangga mure.
Kahadang labuh. Kartika penedenging sari.
Angayon tangguli ketur. Angringring jangga mure.
®
Arti dari kidung kawitan wargasari
(pembukaan kidung warga sari) :
Purwaka
(pada permulaan) ning (nya), angripta (menggugah) rum (keindahan). Ning (di)
wana (hutan) ukir (pegunungan), kahadang (ketika) labuh kartika (awal musim
hujan sasih kapat) panandenging sari (sedang rimbunnya berbunga) angayon
(pohon) tangguli (nama sejenis akasia yang bunganya berwarna lembayung)
angringring (berbentuk tirai) jangga (bunga gadung-pun) mure (sedang mekar).
Makna yang
terkandung dari kidung kawitan wargasari tersebut adalah seperti itulah
keindahan Pulau Bali yang mempesona sebagai ciptaan Hyang Widhi. Seperti ketika
kita sedang berada di puncak Gunung Lempuyang, merenung dan terpesona oleh
keindahan alam di awal musim hujan, dengan mekarnya bunga-bunga yang harum
semerbak di hutan. Dalam hal ini kita sebagai umat Hindu harus lebih menjaga
kelestarian hutan yang sudah dianugrahkan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa
sehingga hutan-hutan di Bali jauh dari bencana alam. Kita sebagai umat harus
senantiasa menjalankan Tri Hita Karana agar kehidupan kita selalu seimbang dan
harmonis.
d.Sekar Agung atau Tembang Gede
Sekar agung adalah nyanyian atau lagu-lagu atau tembang yang terkait pada suku
kata dalam setiap baris (wrtta), letak guru lagu atau (matra) dan purwa kanti,
tembangnya bebas asal enak didengar dan terikat dengan guru lagu, berisi ajaran
agama. Meliputi lagu-lagu berbahasa kawi yang diikat oleh
hukum guru lagu.
Sekar Agung (Kekawin, Tembang
Gede atau Wirama) adalah kakawian atau karangan yang dibangun oleh wirama,
yaitu :
1.
Kekawin Ramayana oleh Empu Yogi Swara.
2.
Kekawin Bharata Yudha oleh Empu Sedah miwah Empu Panuluh.
3.
Kekawin Arjuna Wiwaha oleh Empu Kanwa.
4.
Kekawin Sutasoma oleh Empu Tantular.
5.
Kekawin Siwaratri Kalpa oleh Empu Tanakung.
6.
Kekawin Semarandhana oleh Empu Darmaja.
7.
Kekawin Gatotkaca Sraya oleh Empu Panuluh.
8.
Kekawin Writtasancaya oleh Empu Tanakung.
9.
Kekawin Negarakethagama oleh Empu Prapanca.
10. Kekawin Kresnayana oleh Empu
Triguna, Dan yang lain – lain.
Aturan – aturan
pada sekar Agung :
1. Guru berarti suara berat ,suara
panjang , ngilet atau panjang pendeknya suku kata yang ditembangkan. Secara
harfiah guru berarti suku kata yang dinyanyikan lebih panjang dari suara
gaungnya dari “lagu”.
·
Guru
Haswa ( G. Bawak)
·
Guru
Dirgha ( G. Panjang )
·
Guru
Pluta ( G. Panjang tur ngileg )
2.
Laghu berarti suara ringan , suara pendek atau suku kata yang dinyanyikan
pendek.
3. Wretta berarti suku kata / gabogan wanda dalam baris
4. Matra berarti membentuk guru
lagu dalam baris
5. Gaoa berarti pasang jajar guru lagu (baku bahasa
bali) guru lagu yang dipasang
tiga-tiga
2.
GANCARAN
Gancaran (prosa)
adalah karya sastra yang menggunakan Bahasa Bali yang ditulis tidak mengikuti
aturan-aturan dalam tembang. Gancaran (prosa) dapat dibagi menjadi :
1.
Satua.
Satua dibagi lagi menjadi 7 bagian, yakni:
1. Manusia Dan Hewan.
Contoh : Belibis Putih, Nang Cubling, Ayam Ijo Sambu
Contoh : Belibis Putih, Nang Cubling, Ayam Ijo Sambu
2. Manusia Dan Manusia.
Contoh : I Dempuawang, Nang Bangsing Tekén I Belog
Contoh : I Dempuawang, Nang Bangsing Tekén I Belog
3. Manusia Dan Dewa.
Contoh : I Raré Angon, Tosning Dadap Tosning Presi
Contoh : I Raré Angon, Tosning Dadap Tosning Presi
4. Manusia Dan Raksasa.
Contoh : I Dong Ding, I Ketimun Mas, I Gringsing Teken Ni Ranjani
Contoh : I Dong Ding, I Ketimun Mas, I Gringsing Teken Ni Ranjani
5. Hewan Dan Dewa.
Contoh : I Cicing Gudig
Contoh : I Cicing Gudig
6. Hewan Dan Hewan
Contoh : I Kedis Sangsiah Teken I Bojog, Kambing Takutin Macan
Contoh : I Kedis Sangsiah Teken I Bojog, Kambing Takutin Macan
7. Hewan Dan Tumbuhan
Contoh : I Lutung teken Kakua mamaling isen, Gajah ane Nyapa Kadi Aku
Contoh : I Lutung teken Kakua mamaling isen, Gajah ane Nyapa Kadi Aku
2. Babad,
Babad
merupakan karya sastra, yang berarti salah satu historiografi tradisional yang
merupakan karya sastra sejarah. Jika babad yang termasuk sejarah mempunyai arti
kawitan atau silsilah. Sifat sifat Babad :
·
Bersifat anonim, berarti tanpa
nama pengarangnya.
·
Bersifat lokal, hanya hidup
dalam kelompok masyarakat tertentu.
·
Bersifat historis viktif,
tentang sejarah dan kebanyakan unsur-unsur viktif di dalamnya (legendaries,
mitologis, legendaries, simbolis, sugesti).
ü contoh :
Babad Brahmana, Babad Kesatria Taman Bali, Babad Pasek Gegel
3. Mitos
Mitos adalah cerita tentang asal-usul alam semesta, manusia, atau bangsa
yang diungkapkan dengan cara-cara gaib dan mengandung arti yang dalam.
ü Contoh :
Kisah Mayadanawa, Dalem Balingkang, Sang Hyang Saab.
4.
Legenda
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap
cerita tersebut benar-benar terjadi oleh pengarang atau yang mempunyai cerita.
ü Contoh :
Kebo Iwa, Jaya Prana lan Layon Sari
5.
Prasasti
Prasasti adalah
piagam atau
dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama.
ü Contoh :
Prasasti Bebetin, Belanjong.
6.
Epos
Terutama yang tradisional, biasanya ditulis dalam bentuk syair. Epos
umumnya berisi kisah kisah yang berpusat pada tokoh tokoh yang dihadapkan pada
tugas tugas mahapenting bagi alam semesta.
ü Contoh : Mahabharata oleh Bhagawan Byasa dan Ramayana.
7.
Tantri atau sastra
tulis.
ü Contoh : Ni
Diah Tantri olih I Made Pasek, Bhagawan Dharmaswami
8. Pralambang (Basita Paribasa)
Pralambang adalah pemanis bahasa
ketika sedang berbicara atau bersenda gurau. Ada 15 macam pralambang yaitu :
a)
Sesonggan.
Sesonggan memiliki kata dasar 'ungguh', yang berarti
tempat. Kruna ungguh memiliki imbuhan berupa pangiring (akhiran)
"an", menjadi ungguhan yang berarti janji. Kata ungguhan kasandiang
(mengalami perubahan sandi suara) menjadi unggwan. Dalam pengucapan kata
unggwan bisa diucapkan unggan. Selain itu kata unggan mendapat pangater
(awalan) "sa" menjadi saunggan, juga dengan kata lain menjadi
songgan. Kata songgan didwipurwakan (proses pengulangan sebagian atau seluruh suku awal
sebuah kata) menjadi
sesonggan.
Sesonggan seperti perumpamaan
tingkah laku manusia, dengan tingkah laku barang atau binatang. Contoh :
"bedug pengorengan". Pengorengan dibangun atau keberadannya seperti
bandel, dan dibengkokkan supaya sama (lurus / datar). Jadi artinya : diucapkan
oleh anak yang terlalu nakal dan bandel, yang tidak bisa diberi tau.
ü Contoh :
a.
Abias Pasih, yang
berarti: tak terhingga jumlahnya ( infinite ).
b.
Aduk Sere
aji keteng suks, yang
berarti : dalam sebuah kelompok satu anggota yang berbuat jelek, maka kelompok
tersebut di katakan jelek.
b)
Sesenggakan.
Sasenggakan
sama seperti ibarat, dalam bahasa Indonesia. Sasenggakan, kata dasarnya
"Senggak", artinya "bersinggungan" atau "Sentil"
dalam percakapan. Senggak mendapat akhiran "an" menjadi senggakan,
didwipurwakan menjadi "Sasenggakan" kata ungkapan, artinya
"Babinjulan" membahagiakan pendengar, selagi dalam suasana sedih atau
galau si pengguna sasenggakan, dapat mengalihkan pikirannya.
Sasenggakan juga seperti
sesonggan, perbedaannya sasenggakan diawali dengan kata "Buka", dan
ada yang seperti sampiran . Kalimat awal menjadi sampiran, baris belakang
menjadi keterangan tingkah laku atau keadaan, kemudian dilanjutkan dengan
maknanya.
ü Contoh:
a.
Buka Besi
Teken Sangihane, Pada Apesne,
sukseman ipun : sekadi anake mapakarya, sang nalih
miwah sang kadalih, jaten sami-sami nelasan prabeya
b.
Buka cicinge
ngongkong, tuara pingenan nyegut,
sukseman ipun : sekadi jadmane sane degag ngaku wanen,
kewanten jatin ipun getap.
c)
Sesawangan
(perumpamaan)
Sesawangan, kata dasarnya "sawang", artinya
: mirip, mendapat akhiran "an", menjadi sesawangan, didwipurwakan
menjadi "sesawangan", artinya : apa- apa saja yang terlihat, dapat
dirasakan manusia , mirip dengan tingkah laku dua orang manusia, misalnya : kedapan
bunga nagasarine maelogan tempuh angin, kasawangan sakadi tangan anak istri ayu
ngulapin.
ü Contoh :
1.
Rambute inggel ngredep kadi bulun jangkrik.
2.
Rarike madon intaran.
3.
Paliatne kadi tatit
4.
Isitne ngembang rijasa
5.
Tayungane kadi busunge amputang
d)
Papindan
Papindan sama dengan sesawangan akan
tetapi bedanya papindan mendapat anusuara,
sementara sesawangan di dahului dengan kata buka, kadi, luir, waluya kadi.
·
Papindan :
Alise medon intara.
·
Sesawangan :
Alise buka (kadi, luir) don intaran.
Papindan artinya : gambaran seperti,
sehingga jika dibandingkan mirip dengan...., contoh : papindan burung, artinya :
bentuk gambaran mirip burung. Mapinda sedih, artinya : mirip muka anak yang
sedih. Yang boleh di papindan, adalah kata nama yang berisi anusuara.
ü Contoh:
1.
Boke malayah
alu, artinya :
boke mirib layah alu masepak muncuk ipun.
2.
Beragaring
tulangne mamukun kalotteges, artinya : mirib bun kalot.
3.
Panyingakane
nunjung biru, artinya :
penyigakane mirib tunjung biru nganggo cilak.
4.
Cunguhe
menyambu rakta , artinya : cunguh gede tur barak.
5.
Kumise
majadengkol, artinya :
kumis samah tur gelgel.
6.
Kupinge
nyanggar sekar, artinya : karnane becik sumpangin sekar.
7.
Kukune
memapah biu, artinya :
kukune mirip papah biu, sada lengkung.
8.
Lambene
barak ngatirah, artinya : lambene mirip buah katirah barak.
e)
Sasemon
Sasemon juga sama seperti sesimbing,
akan tetapi lebih halus pengucapannya.
Sasemon ini ada yang membangun tembang atau gancaran seperti yang dibawah
ini.
ü Contoh : apa
perlunya memelihara kayu yang seperti ini, tidak ada gunanya, hanya bisa
membuat jadi susah karna menyapu sampah tiap hari.
f)
Sloka
Sloka di bahasa Indonesia sama
artinya dengan “Bidal”. Sloka mirip dengan
sesonggan, maknanya juga tersembunyi. Akan tetapi bedanya adalah sloka
menggunakan kata : Buka slokane,......., Buka slokan gumine,......., Kadi
slokan jagate,........,miwah sane lianan.
ü Contoh:
1.
Buka slokane
tusing ada abian ane tusing misi lateng,
Artinya : nenten wenten Banjar sane nenten medaging
anak sane kual
2.
Buka slokane
disisine maukir di tengahne pulasan,
Artinya : pekatenan ipun ring sisine becik kewanten
sujatin ipun manah nyane kaon(dusta).
g)
Sesimbing
Sesimbing merupakan kata ucapan yang
sangat pedas maknanya. Membuat orang
yang disindir menjadi malu dan sedih, karena merasa dirinya disindir. Sesimbing
ini sering diucapkan didepan orang yang ingin di sindir, menggunakan kata
perumpamaan yang sangat tersembunyi artinya, menggunakan perumpamaan tentang
dua manusia, barang atau hewan. Biasanya sesimbing menggunakan lawan kata.
ü Contoh :
orang bodoh di sindir pintar, orang curang atau malas di sindir rajin.
Ada banyak
sesimbing yang membangun tembang dan gancaran, contoh : "Kadang tan
tinolihin", artinya : anak yang hanya mementingkan diri sendiri, itu tidak
akan perduli dengan orang orang di sekitarnya.
ü Contoh :
1)
Be di
pengorengane bang ngeleb.
Artinya : sekadi anake ngambil anak istri
bajang,sampun kakening , rikala ipun lenge, anak istri punika malaib.
2)
Bas tegeh
baan negak, dilabuhe baonge lung.
Artinya : sakadi anake polih pangkat tegeh, raris
nyeled pipis (korupsi), ipun katara raris kausanang makarya tur ipun salah
mahukum.
3)
Sadueg-dued
semale makecos, pasti taen ulung,
Artinya : Asapunapi je ririh anake, pasti ipun taen
iwang utawi salah.
4)
Yadin asapunapi
tegeh pakeber badudane, di ulungne masih ke taine
Artinya : yadin amunapi ageng anake polih kabagian
yening sampun ganti surud kasadian ipun , taler ipun mawali tiwas sekadi kuna
5)
Semunne
nyukcuk langit
Artinya : kaucapan ring anake sombong.
h)
Wewangsalan
Wewangsalan puniki pateh sakadi
tamsil ring Bahasa Indonesia. Wewangsalan kata
dasarnya adalah “wangsal” yang artinya alur, dapat akhiran “an” menjadi
wangsalan, lalu di dwipurwakan menjadi wewangsalan, yang artinya diumpamakan
perilaku dua manusia, mirip dengan sesimbing yang makna kata katanya sangat
pedas.
Wewangsalan dibangun dengan dua
baris kalimat. Kalimat awalnya seperti sampiran,
tentang yang ingin diucapkan akan tetapi tersembunyi. Kalimat di belakang
sampiran merupakan kalimat sesungguhnya yang menerangkan artinya dan diucapkan
secara berwirama atau bersajak. Ada juga yang tidak mengucapkan kalimat
dibelakangnya karena dianggap semua orang sudah memahaminya.
ü Contoh :
1. Asep menyan maje gau , nakep lengar aji kau
2. Be lele mawadah kau, suba jele mara tau.
3. Bedeg majemuh bangsing di banjar , jegeg
buin lemuh langsing lanjar
4. Don sente don plindo, ade kene ade keto.
i)
Peparikan
Peparikan sama seperti wewangsalan.
Akan tetapi bedanya wewangsalan hanya 2
baris sedangkan peparikan dibangun dengan 4 baris menjadi 1 bait, juga
berwirama atau purwakanti. Peparikan sama seperti majas dalam bahasa indonesia.
Jika disamakan sebanding dengan pantun, dengan ri sering ditukar dengan ntun.
Seperti sari dengan santun. Peparikan kata dasarnya parik berarti karang,
mendapat akhiran an menjadi parikan, lalu di dwipurwakan menjadi peparikan.
ü Contoh:
1. Be taluh
pejang jumah
Kakuana
ampe-ampelan
Kaden aluh
ngalih somah
Di tuane
maselselan
2. Ngalap wani
ngaba bawang
Ngalap
manggis empes-empesin
Anak jani
tuara tawang
Ulat manis
mamanesin
j)
Cecangkitan
Cecangkitan ini adalah kalimat yang
arti kata nya berputar putar.. Cecangkitan ini
biasanya dipakai saat sedang bersenda gurau. Disamping itu ada juga yang
dipakai untuk membodohi teman.
ü Contoh:
a.
Di uma mula
jagung atebih tusing enyak mentik
Artinya : jagung sane matebih pamula janten nyak
mentik.
b.
Ngoreng
Gerang pesu lengis , ngoreng muluk tusing pesu lengis
Artinya : yening ngorang Gerang pesu lengis, ngoreng
muluk tusing pesu lengis.
k)
Raos
ngempelin
Raos ngempelin itu adalah kata yang
berdempetan, artinya : satu kata memiliki dua
arti. Yang satu merupakan arti sesungguhnya dan yang satu lagi merupakan
arti kiasan. Raos ngempelin sama seperti cecangkitan hanya berbeda sedikit
saja, akan tetapi maknanya sama, dan hanya dipakai saat bersenda gurau saja.
ü Contoh:
1.
Napi kalih ditu.
2.
Jumah uyut makejang anake ningeh
l)
Cecimpedan
Cecimpedan dalam bahasa indonesia
sama dengan teka teki. Cecimpedan itu
digunakan untuk pelipur lara pada saat bersenda gurau. Kata dasarnya “cimped”,
mendapat akhiran “an” menjadi cimpedan, kemudian di dwipurwa kan menjadi
cecimpedan yang artinya teka-teki.
ü Contoh :
1. Apa maglebub masuryak? Cawisannyane: danyuh.
2. Apa maglebug nelik? Cawisannyane: pongpongan.
3. Apa krek krek ngejohan? Cawisannyane : nak nyampat
4. Apa anak cenik ngemu getih? Cawisannyane : nyamuk
5.
Apa panakne jekjek, memene sleleganne? Cawisannyane : jan
6. Apa ulung nyaup saput? Cawisannyane : durian
m)
Cecangkriman
Cecangkriman adalah cecimpedan yang
berbentuk lagu atau tembang. Menggunakan
tembang madya atau pupuh. Umumnya menggunakan pupuh pucung, mungkin ada
yang belum sempat membaca tentang cecimpedan.
ü Contoh:
a) Berag landung,
Ngelah panak cenik liu,
Memene slelegang,
Panak ne jekjek enjekin,
Menek tuun,
Mememne gelut gisiang. (Jan)
b) Jalan buntu,
Tan masepak nolor terus,
Nyen makeneh mentas,
Apang elahang agigis,
Musti blenggu,
Majalan ditu magaang. (Titi)
c) Kaki Pucung,
Awak bunter maretungtung,
Basange anginan,
Sing paek ye ninjakin,
Uber kepung,
I kaki incang-incangang. (Bola)
n)
Bebladbadan
Bebladbadan
berasal dari kata dasar babad artinya petuah yang benar dan sudah dijalani pada
kehidupan yang lampau. Setelah mendapat sisipan “el” dan akhiran “an” kemudian
di dwipurwakan menjadi bebladbadan yang berarti kata yang sudah dibumbui dan
biasanya bersajak.
Bebladbadan ini terdiri dari 3 baris. Baris yang
pertama disebut “giing” atau “bantang” , baris yang kedua sama seperti sampiran
yang bersajak, dan baris yang ke tiga adalah arti peribahasa. Misalnya :
1. Giing
(bantang) : majempong bebek,
2. Arti sujati (sampiran) : jambul,
3. Arti peribahasa : ngambul.
Kata "mbul"
yang berasal dari kata "jambul", bersajak "mbul" pada kata
"ngambul".
Bebladbadan ini mirip dengan
wewangsalan diumpamakan seperti tingkah laku dua
manusia dimana sangat pedas maknanya. Akan tetapi jika seseorang
berbladbadan arti sebenarnya tidak diucapkan karena dianggap semua sudah tau
artinya.
ü Contoh :
1. Matiuk jawa = belati =
ngulati
2. Mataluh nyuh = tombong
= sombong
3. Maabian jawa = kebon =
ngebon
4. Maadin kuud = klungah =
jengah
5. Nelungdasa lima =
patsasur = ngangsur
o)
Sesapan
Sesapan artinya menyapa yang bertujuan
mencari keselamatan agar tidak terkena
bencana.
ü Contoh :
1.
Kaki-kaki Bentuyung,
eda kasabanina tiang, tiang cucun kakine. Ini diucapkan ketika ada hujan lebat
dan ada petir menyambar, maka karena takut diucapkanlah sesapaan tersebut.
2.
Ih, kayu sakti tiang
nunas sikepan apang rahayu tiang mamargi. Diucapkan ketika akan bepergian
bersama dengan anak kecil, agar dilindungi oleh Hyang Widhi.
3.
PALAWAKYA
Palawakya
merupakan karya sastra gancaran yang dibaca menurut hreswa (pendek) dan dhirga
(panjang) pada labuh suara ( kata terakhir tiap baris ), yang terikat dalam
tata titi membaca Basa Jawa Kuna, seperti kasusastraan Parwa yang umum terdapat
pada kasusastraan epik Mahabrata dan kanda yang berasal Ramayana.
Contoh dari
Palawakya ini adalah drama. Antara drama dan sastra sangat erat hubungannya.
Hampir semua drama di Bali berasal dari khasanah sastranya.
Munculnya
drama dalam sastra Bali merupakan hasil ciptaan langsung sebagai karya pentas.
Tidak ada drama yang merupakan hasil olahan karya sastra seperti novel. Hal ini
disebabkan karena sangat sedikitnya karya prosa dalam sastra Bali.
Drama dalam
kesusastraan Bali terbagi atas 2, yaitu drama Bali klasik dan modern.
Unsur-unsur drama Bali klasik dapat kita lihat dari segi cerita dan suasana
cerita , ilustrasi dan beberapa aspek gerak. Sedangkan unsur-unsur drama Bali
modern terletak pada dialog dan tata lampu atau dekorasi.
BAB
III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Kesusastraan
Bali adalah hasil karya atau cipta seorang pengarang atau pujangga yang
menceritakan dinamika kehidupan masyarakat Bali serta mengandung nilai estetika
yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Kasusastraan
di Bali dibagi menjadi 2 yaitu kasusastraan Bali Purwa (tradisional) dan
kasusastraan Bali Anyar (Modern). Jenis jenis dari Kesusastraan Bali Purwa atau
Klasik atau Tradisional adalah Tembang
(puisi), Gancaran (Prosa), dan Palawakia (prosa liris).
Kesusastraan
Bali memiliki karakteristik yang unik. Setiap karya sastranya memiliki ciri dan
ketentuan khusus yang berbeda, tergantung dari jenis karya sastranya. Selain
ciri dan ketentuan khusus tersebut karya sastra tentulah memiliki makna
tersirat maupun tersurat yang ingin disampaikan oleh pencipta atau pengawinya.
Makna tersebut akan dapat kita temukan apabila kita mempelajari, menyenangi
serta memahami karya tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar